Komisi Kontrol Tembakau Nasional menilai bahwa keputusan pemerintah tidak menaikkan tarif Cukai rokok Pada tahun 2026 sebagai kebijakan yang salah dan berisiko. Sekretaris Jenderal Komisi Nasional untuk Kontrol Tembakau, Tulus Abadi, mengatakan cukai akan menjadi instrumen utama untuk mengurangi konsumsi dan bukan hanya alat fiskal.
Menurut Tulus, keputusan Menteri Keuangan tidak meningkatkan pajak cukai yang bertentangan dengan mandat hukum tentang cukai. Dia mengatakan aturan itu mengamanatkan cukai rokok 57 persen. Pajak cukai rokok rata -rata saat ini hanya 38 hingga 42 persen.
Faktanya, kata Tulus, tarif cukai Indonesia saat ini adalah yang terendah jika dibandingkan dengan standar internasional 75 persen. “Cukai dirancang untuk mengendalikan konsumsi. Ketika tidak diangkat, pemerintah benar -benar melanggar mandat peraturan,” kata Tulus pada konferensi pers di Kantor Yayasan Jantung Indonesia, Jakarta Tengah, Selasa, 30 September 2025.
Dia menganggap kebijakan ini untuk mencerminkan “pemikiran sesat” baik secara normatif, sosiologis, dan empiris. Dengan menolak peningkatan cukai, pemerintah memberikan ruang yang lebih besar untuk industri rokok sambil memfasilitasi efek samping yang disebabkan oleh produk.
“Setiap tahun sekitar 263 ribu orang di Indonesia meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan rokok. Itu bukan sejumlah kecil,” kata Tulus.
Tulus juga menyoroti pernyataan pemerintah yang mengatakan kenaikan pajak cukai memiliki potensi untuk meningkatkan sirkulasi rokok ilegal. Menurutnya, argumen itu juga salah.
Dia melihat munculnya rokok ilegal bukan karena cukai tinggi, tetapi penegakan hukum yang lemah dan pengawasan. Banyak negara dengan cukai tinggi masih dapat mengurangi sirkulasi rokok ilegal.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa peningkatan yang tidak ekskise sebenarnya merugikan keuangan negara dan pemerintah daerah. Karena pemerintah daerah akan kehilangan sebagian dana pembagian keuntungan pajak cukai tembakau sebesar 3 persen. “Pemerintah daerah harus memprotes, karena kebijakan ini jelas mengurangi potensi pendapatan regional,” kata Tulus.
Untuk alasan ini, Komisi Nasional untuk Pengendalian Tembakau mendesak agar kebijakan dibatalkan dan pemerintah akan kembali meningkatkan tarif pajak cukai rokok pada tahun 2026. Menurut Tulus, langkah tersebut penting tidak hanya untuk kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk memperkuat penerimaan fiskal.
“Dengan menaikkan pajak cukai, pemerintah dapat melindungi rakyat sambil meningkatkan pendapatan negara dan regional,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pemerintah tidak akan menaikkan pajak cukai rokok pada tahun 2026. Pernyataan itu diserahkan oleh Purbaya setelah berdiskusi dengan Asosiasi Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) pada hari Jumat, 26 September 2025.
Purbaya mengatakan pertemuan itu dihadiri oleh beberapa produsen rokok, termasuk Djarum, GaRang Garam, dan Wismilak. Selama pertemuan, kata Purbaya, para produsen mengirimkan berbagai input.
Purbaya kemudian bertanya kepada aktor bisnis apakah cukai rokok tahun depan perlu diubah atau tidak. “Mereka mengatakan bahwa selama itu tidak cukup berubah, ya, saya tidak berubah. Awalnya meskipun saya pikir saya ingin turun (tarif),” Purbaya mengatakan kepada kru media di Kantor Keuangan Kementerian, Jakarta, Jumat, 26 September 2026. “Jadi pada tahun 2026 kami tidak menaikkan tarif.”
Purbaya mengatakan bahwa saat ini Kementerian Keuangan berusaha menindak barang -barang ilegal, baik dari luar negeri maupun di dalam negeri. Kementerian juga berencana untuk membuat program khusus sehingga barang ilegal dapat memasuki sistem. Program ini dalam bentuk kawasan industri tembakau.
“Di sana kemudian di satu tempat akan ada mesin, gudang, pabrik, dan bea cukai di sana. Konsepnya adalah sentralisasi plus satu layanan berhenti,” kata Purbaya. Konsep ini, katanya, sudah berjalan di Kudus, Jawa Tengah, dan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Purbaya juga mengatakan bahwa program ini akan direproduksi di kota -kota lain.
Menurut Purbaya, program ini dirancang untuk menarik produsen rokok ilegal untuk memasuki area khusus, sehingga mereka dapat memasuki sistem dan membayar pajak sesuai dengan kewajiban mereka. “Jadi kami tidak hanya membela perusahaan besar, tetapi juga yang bisa memasuki sistem,” katanya.
Dalam 2026 Negara Bagian Pendapatan dan Pengeluaran (APBN), target bea cukai dan cukai dari postur APBN 2026 meningkat dari Rp 334,3 triliun menjadi Rp 336 triliun. Namun, Purbaya sebelumnya berpendapat bahwa upaya untuk meningkatkan pendapatan cukai tidak harus diambil melalui kenaikan tarif.
Anastasya Lavenia Yudi berkontribusi pada penulisan artikel ini.
Opsi Editor: Dampak Ekonomi Cukai Rokok 2026 tidak meningkat