Jika kita berbicara tentang perjalanan orang -orang Indonesia, rasanya tidak lengkap tanpa menyebutkan kata Santri. Santri tidak hanya identik dengan dunia pesantren, buku kuning, atau kehidupan sederhana di pondok. Lebih dari itu, Santri memiliki peran penting dalam perjuangan, pengembangan, dan pengembangan budaya bangsa.
Santri dalam Sejarah Indonesia
Sejak abad ke -18, pesantren telah tumbuh sebagai pusat pendidikan rakyat. Selama periode kolonial, pesantren menjadi benteng perlawanan terhadap kolonialisme. Kiai dan Santri tidak hanya mengajarkan pengetahuan agama, tetapi juga menanamkan semangat perlawanan, baik perlawanan fisik, gerakan nasional yang banyak Kiai dan Santri berpartisipasi dalam perang melawan penjajah, seperti perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830) yang dibantu oleh para cendekanya dan siswa.
Saat memasuki abad ke -20, Santri secara aktif berpartisipasi dalam organisasi gerakan. KH. Hasyim Asy'ari, kh. Ahmad Dahlan, dan tokoh -tokoh lainnya adalah contoh konkret dari Santri yang menempatkan fondasi penting untuk pendidikan, organisasi Islam, dan kebangsaan.
Klimaks ketika resolusi jihad 1945 muncul, Santri tercatat dalam sejarah ketika kh. Hasyim Asy'ari menyerukan resolusi jihad melawan penjajah setelah proklamasi. Panggilan itu adalah pemicu untuk kelahiran pertempuran 10 November di Surabaya. Sejak lama, pesantren tidak pernah hanya menjadi tempat untuk mempelajari buku itu. Selama periode kolonial, pesantren menjelma markas perlawanan. Kiai mengajarkan pengetahuan agama sambil menanamkan cinta tanah air.
Mengapa Hari Santri Bukan Hari Kiai?
Sejak 2015, 22 Oktober telah ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional, sebagai bentuk penghargaan untuk layanan para siswa dalam sejarah Indonesia. Momentum ini adalah pengingat bahwa Santri tidak hanya penjaga agama, tetapi juga pejuang dan pengemudi bangsa. Kemudian muncul pertanyaan mendasar “Mengapa Hari Santri memperingati, bukan Hari Kiai? Bukankah Kiai juga memiliki peran besar dalam sejarah bangsa?”
Jawabannya adalah karena Kiai dan para sarjana juga berasal dari Santri, mereka merasakan pengetahuan para guru tentang posisi seperti itu yang membuat mereka pernah menjadi Santri bahkan sampai sekarang siswa, karena istilah Santri akan dilampirkan pada kehidupan.
Jika kita kembali ke definisi "Santri" Jadi secara sederhana, Santri adalah orang -orang yang mempelajari pengetahuan agama di pesantren dengan bimbingan Kiai atau Ustaz. Santri biasanya tinggal di sebuah pondok, belajar buku -buku klasik (buku kuning), menjalani disiplin spiritual, serta mengasah kemerdekaan. Tetapi lebih dari sekadar “siswa pesantren”, Santri identik dengan semangat kesederhanaan, ketekunan, dan ketulusan dalam belajar. Mereka tidak hanya belajar sendiri, tetapi juga untuk melayani masyarakat dan bangsa.
Santri Day tidak berarti mengurangi peran Kiai. Sebaliknya, Hari Santri adalah cara untuk menghargai kolaborasi antara Kiai dan Santri dalam mempertahankan agama, negara dan negara. Kiai memimpin dengan pengetahuan dan kebijaksanaan, Santri bergerak dengan antusias dan pengorbanan.

Kontribusi nyata bagi negara
Peran siswa tidak berhenti setelah kemerdekaan. Justru di era modern, Santri merupakan kontribusi yang semakin luas. Jika Anda meminjam istilah yang tercantum dalam Syubbanul Wathan Kh. Abdul Wahab Hasbullah "Hubbul Wathan Minal Faith" yang berarti "Cintai tanah air sebagian dari iman" Jadi pada kenyataannya itu telah dicetak di hati para siswa, tidak perlu bertanya berapa banyak nasionalisme para siswa, bahkan di banyak bidang Santri telah memberikan kontribusi nyata bagi negara tersebut. Di bidang pendidikan dan da'wah santri terus menjadi pendorong pendidikan, tidak hanya di pesantren, tetapi juga di sekolah dan universitas. Banyak alumni pesantren sekarang adalah akademisi, penulis, dan cendekiawan. Di bidang budaya, tradisi Santri melahirkan gaya Islam Nusantara yang ramah, sedang, dan toleran. Dari seni Hadrah, buku kuning, hingga tradisi Tahlilan, semuanya membentuk wajah khas Islam Islam.
Kemudian di bidang politik dan nasional ada banyak siswa yang sekarang menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Kehadiran mereka mempertahankan nilai -nilai moral dan spiritual dalam proses pembangunan bangsa. Terutama di bidang ekonomi dan sosial Santri juga mulai memasuki ranah kewirausahaan.
Sekolah asrama Islam di berbagai daerah sekarang mengembangkan koperasi, bisnis independen, untuk teknologi digital untuk memberdayakan masyarakat. Santri adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Indonesia. Dari saat perjuangan hingga era digital, Santri selalu hadir memberi warna baik melalui pendidikan, da'wah, budaya, dan pengembangan. Semangat kesederhanaan, ketulusan, dan cinta dari tanah air adalah warisan besar Santri bagi bangsa.