PT Timah menanggapi tindakan penambang di pangkalpinang

Pt Timah TBK membuka suara tentang demonstrasi para penambang di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, pada hari Senin, 6 Oktober 2025. Demonstrasi berakhir secara anarkis menghancurkan sejumlah fasilitas di kantor yang terletak di Jalan Jender Sudirman.

Kepala Divisi Sekretaris Korporat PT Timah Rendi Kurniawan mengatakan perusahaan menderita kerugian karena sejumlah aset rusak oleh massa. “Penghancuran sejumlah aset perusahaan menyebabkan kerusakan material dan diduga merugikan perusahaan,” kata Rendi dalam pengungkapan informasi di Bursa Efek Indonesia, Selasa, 7 Oktober 2025.

Rendi mengatakan bahwa demonstrasi ini menuntut penyesuaian harga jual timah. Dia mengatakan perusahaan akan menyampaikan pengembangan insiden ini. “Perusahaan akan menyampaikan jika ada informasi lebih lanjut, dengan mempertimbangkan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku,” katanya.

Pada hari Senin, 6 Oktober 2025, demonstrasi pecah menjadi kerusuhan setelah massa menerobos barikade keamanan polisi. Para demonstran segera merusak fasilitas kantor, merobohkan pagar pembatas, dan memecahkan panel jendela yang mengakibatkan kantor kaleng berkode kantor penerbit rusak.

Selain itu, kerusuhan menyebabkan korban dari para demonstran, warga sipil, polisi untuk jurnalis karena tembakan gas air mata. Sejumlah pedagang dan anak -anak juga menjadi korban setelah tembakan gas air mata memasuki area perumahan.

Demonstrasi penambang dari beberapa daerah di Pulau Bangka dipicu oleh kerusuhan kegiatan gugus tugas Nanggala yang dibentuk oleh PT Timah dan gugus tugas Halilintar yang dibentuk oleh pemerintah. Kedua tim dikatakan ditugaskan untuk mengekang kegiatan penambangan timah yang diduga ilegal. Tindakan ini juga merupakan bentuk protes masyarakat terhadap sejumlah masalah manajemen pertambangan orang dan hak -hak penambang lokal di wilayah Bangka Belitung.

“Aktivitasnya meresahkan karena pasir timah tidak dibeli. Tidak ada kolektor kami yang ingin membeli karena mereka takut dengan gugus tugas,” kata Isma, Jebus, Kabupaten Bangka Barat.

Isma mengatakan kesulitan penambang untuk menjual produk timah yang berdampak pada kebutuhan ekonomi untuk membeli padi dan kebutuhan rumah tangga. “Kami tidak ingin mencari orang kaya. Hanya untuk makan. Sebelumnya, kami sudah sulit karena Tin membeli harga murah. Sekarang tidak ada yang mau membeli. Bagaimana anak -anak saya ingin makan dan membeli susu jika seperti ini,” katanya.

Penambang timah Bangka Selatan, bernama Leo, mengatakan bahwa orang -orang yang bekerja sebagai penambang benar -benar ingin bekerja sesuai dengan aturannya. Hanya saja, katanya, proses birokrasi mengurus lisensi dan biaya sampai administrasi di PT Timah sangat sulit untuk memenuhi warga kelas bawah. “Belum lagi pasir timah bahwa kami milik saya tidak termasuk dalam area PT Timah IUP (Lisensi Bisnis Pertambangan), tetapi kami masih tidak dapat menjual kaleng kami,” kata Leo.

Dia berharap ada peraturan yang jelas dan mudah bagi masyarakat untuk menambang. Penentuan Area Penambangan Rakyat (WPR), katanya, tidak jelas karena izin penambangan tidak pernah dikeluarkan. “Jangan bilang kita tidak ingin mengikuti aturan. Peraturannya rumit, juga -biaya tinggi. Siapa yang menginginkannya seperti itu?” Kata Leo.

Menurutnya, pemerintah harus melihat fakta -fakta di lapangan dari penambang langsung. “Jangan hanya mendengar secara sepihak dari PT Timah atau pemerintah daerah. Jika PT Timah merasa dicintai oleh masyarakat, mereka tidak membutuhkan gugus tugas. Kami akan merawat mereka,” kata Leo.

Servio Maranda Berkontribusi untuk menulis artikel ini.

Sumber berita

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *