Direktur PT PML Djunaidi Nur didakwa menyuap Direktur Inhutani V Dicky Yuana Rady. Suap tersebut diberikan terkait izin pemanfaatan kawasan hutan di Lampung.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menyebut perbuatan Djunaidi dilakukan bersama asisten pribadi sekaligus orang kepercayaannya, Aditya Simaputra.
Suap yang diberikan dalam mata uang dolar Singapura senilai total SGD 199 ribu. Jika dirupiahkan nilainya Rp 2,5 miliar.
"(Djunaidi) memberikan SGD 10 ribu dan bersama Aditya Simaputra memberikan SGD 189 ribu kepada PNS atau penyelenggara negara yaitu kepada Dicky Yuana Rady," kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (11/11).
Jaksa menjelaskan, kasus ini bermula saat Inhutani V menjalin kerja sama dengan PT PML terkait pengelolaan hutan sekitar tahun 2009.
Pada tahun 2014, terjadi perselisihan antara Inhutani V dan PT PML. Namun kedua perusahaan sepakat untuk berdamai. Mereka kemudian membuat perjanjian kerja sama baru.
Kemudian sekitar bulan Juli 2019, BPK RI melakukan audit terhadap Inhutani V. Hasil audit menyatakan Inhutani V tidak mendapatkan manfaat dari kerjasama dengan PT PML.
Dicky kemudian mengajukan gugatan perdata terhadap PT PML. Putusan pengadilan menyatakan PT PML melanggar kontrak.
Dalam putusan tersebut, PT PML divonis membayar ganti rugi sebesar Rp3.421.205.245 ditambah denda sebesar 6 persen setiap tahun mulai tahun 2021.
"Itu dengan Keputusan Mahkamah Agung. PT PML ternyata belum bisa sepenuhnya menggarap kawasan hutan yang izinnya dimiliki PT INHUTANI V karena sebagian lahannya dikelola pihak lain." kata jaksa.
Djunaidi dan Aditya kemudian mulai melobi Inhutani V, termasuk Dicky. Hal itu dilakukan agar kerja sama mereka bisa terus berlanjut.
Inhutani V kemudian mengakomodir permintaan PT PML dan melanjutkan kerja sama pengelolaan hutan di wilayah terdaftar 42, 44, dan 46. Namun Dicky menyatakan perjanjian kerja sama tersebut tidak dilakukan secara cuma-cuma.
"Dicky Yuana Rady meminta uang kepada Terdakwa untuk kepentingan pribadi Dicky Yuana Rady. Permintaan tersebut disetujui oleh Tergugat karena Tergugat berharap kerjasama dengan PT INHUTANI V dapat terus berjalan sesuai dengan keinginan Tergugat." jelas jaksa.
Pada 21 Agustus 2024, terjadi pertemuan antara Dicky dan Djunaidi di sebuah restoran di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Djunaidi menyerahkan uang tunai sebesar SGD 10 ribu kepada Dicky.
Setahun kemudian, pada Agustus 2025, Dicky kembali bertemu Djunaidi. Pertemuan tersebut membahas kerja sama penanaman tebu. Sekali lagi, Dicky mengatakan kerja sama itu tidak gratis.
"Dengan permohonan agar Tergugat bersedia mengganti mobil Mitsubishi Pajero Sport milik Dicky Yuana Rady dengan mobil berjenis Jeep atau SUV lainnya." kata jaksa.
Djunaidi kemudian mengiyakan dan meminta Aditya menindaklanjuti permintaan Dicky. Terakhir, Dicky membeli Jeep Rubicon baru.
Atas perbuatannya, Djunaidi didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 65 KUHP.