Tempo.co, Jakarta – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (Ylki) Minta pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap mafia beras yang terbukti bertindak kecurangan, seperti ketidakcocokan kualitas, berat badan, dan ketentuan ritel tertinggi (HET), dan tidak terdaftar untuk makanan segar dari tanaman (PSAT). Seperti yang diketahui sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan praktik kecurangan oleh 212 merek beras yang berpotensi membahayakan konsumen hingga Rp 99,35 triliun per tahun.
Ketua YLKI Niti Emiliana mengatakan, temuan ini menunjukkan pelanggaran terhadap Menteri Peraturan Pertanian Nomor 31 tahun 2017 serta peraturan Badan Pangan Nasional nomor 5 tahun 2024 tentang amandemen Peraturan Badan Pangan Nasional nomor 7 tahun 2023 mengenai harga eceran beras tertinggi. “Ylki sangat menyesali temuan, karena ini menunjukkan hak -hak konsumen diabaikan dengan cerah,” katanya dalam sebuah pernyataan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 28 Juni 2025.
Ylki meminta pemerintah untuk memantau sirkulasi padi yang ketat di pasaran sehingga kualitas dan kuantitasnya sesuai. Pemerintah juga diminta untuk tidak ragu -ragu untuk menjatuhkan sanksi pada bisnis yang tidak memenuhi standar.
Dia menegaskan tidak ada posisi tawar -menawar untuk penjual beras yang tidak bermoral yang tidak sesuai dengan standar dan dilakukan berulang kali mendapatkan keuntungan tinggi. “Dengan aktor semacam ini, pemerintah seharusnya tidak berpikir dua kali tentang menjatuhkan sanksi yang ketat,” kata Niti.
Ylki juga meminta pemerintah untuk menindak bisnis beras yang telah terbukti merugikan konsumen hingga triliunan per tahun. Jika beras yang dijual tidak sesuai dengan standar, para aktor bisnis terancam dengan lima tahun penjara dan denda Rp 2 miliar, berdasarkan Pasal 8 Hukum Nomor 8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen.
NITI menyatakan, tindakan kecurangan dari penjual beras ini akan mengurangi kepercayaan konsumen pada kualitas beras di pasar. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk menjelaskan kepada masyarakat terkait dengan kualitas dan jumlah komoditas beras yang dijual di pasar
Menurut YLKI, sekarang saatnya bagi pemerintah untuk merevisi Undang -Undang Perlindungan Konsumen atau menyelesaikannya dengan sanksi ketat terhadap komoditas penting untuk kehidupan bangsa, termasuk makanan. Dia mengingatkan bahwa pemerintah harus menjamin perlindungan bagi konsumen dari menggembungkan harga yang melebihi HET, kualitas, dan kuantitas yang tidak sesuai dengan standar, ke proses distribusi kemacetan lalu lintas yang mengakibatkan kelangkaan barang di pasar.
Niti mengatakan, orang -orang yang merasa kurang beruntung dengan praktik kecurangan ini dapat mengeluh dan meminta kompensasi untuk perbatasan. YLKI juga meminta pemerintah untuk membuka tiang keluhan konsumen terkait dengan produk beras yang tidak sesuai dengan standar.
“YLKI juga membuka ruang pengaduan bagi konsumen mengenai masalah beras di pasar, ini akan menjadi bahan evaluasi yang akan diserahkan kepada para pemangku kepentingan,” kata Niti.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran mengungkapkan 212 merek beras yang diperiksa di sepuluh provinsi tidak sesuai dengan ketentuan kualitas, berat, dan HET. Dia telah melaporkan 212 merek beras secara resmi kepada Kepala Polisi Nasional Indonesia (Kapolri) dan Jaksa Agung yang akan ditindaklanjuti.
Berdasarkan perhitungan Kementerian Pertanian, potensi hilangnya konsumen padi premium mencapai Rp 34,21 triliun per tahun. Sementara itu, konsumen padi menengah memiliki potensi untuk kehilangan hingga Rp 65,14 triliun per tahun. “Dari 13 laboratorium di sepuluh provinsi, kami menemukan bahwa 85,56 persen beras premium tidak cocok dengan kualitas, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21 persen dari berat badan tidak tepat. Ini sangat merugikan masyarakat,” kata Amran dalam sebuah pernyataan tertulis, dikutip Sabtu, 28 Juni 2025.
Opsi Editor: Untungnya, ekspor listrik ke Singapura