Kata KPK tentang proyek jalan di Sumatra Utara

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak ketika bertemu dengan wartawan setelah berpartisipasi dalam fit fit dan tes yang tepat KPK dan tes yang tepat di Dewan Perwakilan Rakyat III, Senayan, Jakarta, Selasa (11/19/2024). Foto: Fadhil Pramudya/Kumparan

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengomentari masalah proyek konstruksi resmi Provinsi Sumatra Utara (Sumatra Utara), yang terlibat dalam kasus korupsi. Menurut Tanak, ada beberapa hal yang menghambat, mulai dari keputusan Pengadilan Inkrah hingga ketersediaan anggaran pemerintah daerah.

“Jika proyek dapat dilanjutkan atau tidak, tergantung pada pemerintah daerah, ia memiliki anggaran,” kata Tanak ketika bertemu di kantor DPRD Sumatra Utara, Medan, Selasa (30/9).

Johanis mengatakan bahwa proyek jalan di Sumatra Utara akan diberhentikan untuk sementara waktu setelah ada keputusan Inkrah dan ulasan dari pemerintah daerah.

“Tidak melanjutkan, memang untuk sementara waktu di Memotong Dahulu. Kemudian, setelah ada keputusan Inkrah, maka DPR bersama dengan pemerintah daerah melihat bagaimana masalah proyek ini, apakah itu dilanjutkan atau tidak, “jelas Johanis.

Untuk kelanjutan proyek jalan di Sumatra Utara, Johanis mengatakan bahwa itu tergantung pada anggaran DPRD dan tidak perlu persetujuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Jika Anda memiliki anggaran, ia harus memiliki prosedur DPR terlebih dahulu. Tidak perlu (persetujuan KPK),” pungkasnya.

Korupsi Proyek Jalan di Sumatra Utara

Kasus ini terungkap setelah KPK mengadakan Operasi Penangkapan (OTT) di Mandailing Natal, Sumatra Utara, Kamis lalu (6/26). OTT ini terkait dengan dua kasus yang berbeda.

Pertama, terkait dengan proyek pembangunan jalan di kantor PUPR Provinsi Sumatra Utara. Kedua, terkait dengan proyek di PJN 1 Satker Regional Sumatra Utara. Nilai kedua proyek tersebut berjumlah Rp 231,8 miliar.

Dalam hal ini, KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka, yang terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penyuapan dan dua tersangka penyuapan.

Untuk tersangka menerima suap, yaitu:

Diduga bahwa kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan sebagai sektor swasta berharap untuk mendapatkan proyek pembangunan jalan di kantor PUPR dan Sumatra Utara PJN 1 Satker dengan memberikan sejumlah uang sebagai suap untuk topan, Rasuli, dan Heliyanto.

Topan, rasuli, dan heliyanto kemudian

Diduga melaksanakan proses mengatur melalui e-katalog sehingga perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.

Dalam kegiatan OTT ini, KPK mengamankan sebanyak enam orang serta Rp 231 juta dalam bentuk tunai yang merupakan bagian dari Rp 2 miliar yang diduga didistribusikan oleh Akhirun dan Rayhan.

Untuk tindakan mereka, topan, pelaku, dan Heliyanto didakwa berdasarkan Pasal 12 Huruf A atau Pasal 12 Huruf B atau Pasal 11 atau Pasal 12b Undang -Undang Korupsi Juncto Pasal 55 Paragraf (1) dari KUHP ke -1.

Sementara itu, Akhun dan Rayhan diduga melanggar pasal 5 paragraf (1) huruf a atau pasal 5 paragraf (1) huruf b atau Pasal 13 dari hukum korupsi juncto pasal 55 paragraf (1) KUHP ke -1.

Sumber Berita

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *