Kementerian Tenaga Kerja belum menerima laporan resmi tentang Pengakhiran Ketenagakerjaan (PHK) di perusahaan tekstil Pt Serangana Bintang Abadi Tekstil TBK. di Bandung. Wakil Menteri Tenaga Kerja Afriansyah Noor mengatakan kementerian masih merekam dan menunggu laporan dari serikat pekerja atau buruh di sana.
“Belum, kami belum menerima informasi. Pabrik di Bandung dipengaruhi oleh dampak ekonomi global, ya,” katanya di Kementerian Koordinasi untuk Infrastruktur dan Pembangunan Regional, Jakarta Tengah, Senin, 6 Oktober 2025.
Menurut Afriansyah, kebangkrutan perusahaan tekstil biasanya terjadi karena kehilangan permintaan dari pasar. Perusahaan yang biasanya mengekspor produk mereka ke satu negara, katanya, akan secara otomatis mengalami depresi jika permintaan pasar berkurang.
“Misalnya, dulu diekspor, tetapi ternyata negara di mana ekspor sekarang tidak lagi dipesan, sehingga nomor yang akan dicetak atau membuat alas kaki berkurang,” katanya.
Dia menjelaskan ketika permintaan menurun, kegiatan produksi kemudian berkurang. Seiring waktu, perusahaan tidak memiliki pendapatan dan memiliki potensi untuk tidak dapat membayar gaji karyawannya. “Dengan ini mereka akhirnya memutuskan dan memberhentikan karyawan,” kata Afriansyah.
Dia menambahkan bahwa Kementerian Tenaga Kerja akan memfasilitasi pekerja dan perusahaan. Karena pekerja memiliki usia tua untuk pesangon membayar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan.
Sebelumnya, Pengadilan Komersial di Pengadilan Distrik Jakarta Tengah jatuh bangkrut melawan Pt Sejahtera Bintang Abadi Tekstil TBK. Terletak di Cicalengka, Majalaya, Cikancung, Bandung. Keputusan diambil setelah proses menunda kewajiban pembayaran utang PKPU dengan nomor kasus 3/PDT.SUSPKPU/2025/PN NIAGA JKT. PST berakhir.
Perusahaan yang mengendalikan kode saham SBAT, Tan Heng Lok, mengatakan bahwa perusahaan tidak beroperasi sejak Juli 2024. “Di mana dampak pada kegiatan operasional dan kesinambungan bisnis tidak terjadi ketika keputusan kebangkrutan dibahas, termasuk kontinuitas bisnis perusahaan,” katanya dalam pengungkapan informasi di bursa saham Indonesia pada hari Rabu, 17 September 2025.
Masalah yang mengganggu SBAT ini sejak akhir tahun 2024. Sebanyak dua perusahaan dan satu individu bersama-sama menggugat penerbit tekstil yang dimiliki oleh perusahaan milik negara (BUMM) yang merupakan masalah penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ke Pengadilan Komersial Jakarta sentral pada hari Kamis, 31 Oktober 2024.
Tiga penggugat termasuk Pt Hengsheng Plastic International dengan nomor kasus 326/PDT.SUS-PKPU/2024/PN Niaga JKT.PST, LUKMAN DALTON dengan nomor kasus 327/PDT.SUS-PKPU/2024/PN Niaga JKT.PST, dan PTPU/2024/PN NIAGA JKT.PST, DAN PTPU/2024/PN NIAGA JKT.PST, dan PTPU/PT NIAGA JKT.PST, DAN PTPU/2024/PN NIAGA JKT.PST, DAN Pt.
Bumn melalui PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INI) memiliki bagian 13,996 persen atau setara dengan 665.250.000 saham SBAT. PT Inti sendiri terlibat dalam produksi peralatan telekomunikasi.
Adil Al Hasan Berkontribusi untuk menulis artikel ini.
Opsi Editor: Upaya untuk mengembalikan kemuliaan tekstil Indonesia