Organisasi nirlaba DietPlastik Indonesia mendesak Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberlakukan aplikasi cukai bijih plastik terhadap industri. “Komunitas selalu dikenakan pajak atas konsumsi, wajar jika industri plastik hulu juga harus menanggung konsekuensi dari produk yang mereka hasilkan,” kata Direktur Eksekutif Dietplastik Indonesia Tiza Mafira, dalam sebuah pernyataan tertulis, Senin, 29 September 2025.
Tiza menjelaskan bahwa desakan pajak cukai tidak hanya berlaku untuk produk kemasan plastik, tetapi juga menargetkan bahan mentah mentah untuk plastik mentah. Dengan demikian, katanya, masyarakat tidak terpengaruh oleh beban kenaikan harga karena tarif ditanggung oleh industri hulu.
Dia mengatakan, studi tentang Lancet Countdown tentang kesehatan dan plastik mengungkapkan bahwa polusi plastik menyebabkan ratusan ribu kematian setiap tahun dan menyebabkan kerugian hingga US $ 1,5 juta karena beban penyakit yang disebabkannya.
Laporan Lancet Countdown, kata Tiza, juga menekankan bahwa intervensi di hulu atau pada tingkat produksi adalah langkah paling efektif untuk mengurangi dampak krisis. Tiza mengatakan, jika itu menegakkan cukai, Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepemimpinan global dalam mengatasi polusi plastik sambil melindungi kesehatan negara.
Tiza juga percaya bahwa penerapan cukai bijih plastik akan mengurangi laju produksi plastik mentah sehingga mengurangi polusi plastik dan menghindari risiko masalah kesehatan.
Untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, Tiza mengusulkan agar pendapatan cukai dialokasikan untuk program kesehatan masyarakat dan inovasi pengelolaan limbah emisi rendah.
Pekerja menyesuaikan posisi tas yang berisi bijih daur ulang plastik untuk pembuatan botol hewan peliharaan dan galon air mineral di pabrik daur ulang plastik Pt Namasindoplas di Batujajar, Kabupaten Bandar Barat, Jawa Barat, April 2021. Pabrik ini mampu memproses 35 ton minuman limbah plastik. Tempo/Prima Mulia
Pada tahun 2018, Dietplastik Indonesia bersama dengan para pemimpin masyarakat yang memulai petisi online untuk mendorong cukai plastik. Menurut Tiza, petisi itu ditandatangani oleh hampir 1,2 juta orang dan telah diserahkan kepada Kementerian Keuangan.
Setahun kemudian, Tiza mengatakan bahwa Kementerian Keuangan telah menanggapi petisi dengan rencana untuk menerapkan cukai plastik pada kantong plastik. Tetapi implementasinya tertunda karena Pandemi Covid-19.
Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Cukai Kementerian Keuangan sebelumnya menyatakan bahwa Kebijakan Perpanjangan Barang Cukai (BKC) pada produk plastik tidak akan valid tahun ini. Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC Akbar Harfianto mengungkapkan, pengenaan CUkai plastik Itu tidak diusulkan dalam anggaran negara 2025 (APBN), meskipun sebelumnya diajukan dalam anggaran negara 2024.
“Cukai ini sudah usang, bukan semata -mata tujuan mengejar Pendapatan, Tetapi prioritas utamanya adalah kontrol konsumsi, “kata Akbar di kantor pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Cukai, Jakarta Timur, Jumat, 10 Januari 2025.
Menurut Akbar, dalam konteks kontrol konsumsi di masyarakat, pemerintah menerapkan dua instrumen kebijakan, yaitu kebijakan fiskal dan non-fiskal. Kebijakan fiskal, katanya, dapat diimplementasikan dengan skema penambahan pajak dalam bentuk cukai. “Salah satu variabel atau parameter yang dapat digunakan untuk mengontrol konsumsi plastik adalah skema cukai, dan ini telah menjadi referensi di banyak negara,” katanya.
Sejauh ini, menurutnya, pemerintah telah menerapkan banyak kebijakan non-fiscal dalam mengendalikan konsumsi plastik. Salah satunya adalah larangan penggunaan kantong plastik oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Akibatnya, kata Akbar, pemerintah merasa bahwa ia tidak memerlukan kebijakan fiskal dalam bentuk perpajakan cukai untuk plastik. “Yah, karena ini juga cukup besar saat ini skema Kebijakan non -fiskal ini, jadi dari samping Kebijakan Fiskal Kami belum masuk, “kata Akbar.