Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan ekonomi triwulan III tahun 2025 sebesar 5,04 persen atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekonom sekaligus dosen Departemen Ekonomi Universitas Andalas Padang Syafruddin Karimi menilai konsumsi yang menyumbang lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi tidak lagi menjadi penggerak utama pada kuartal III tahun ini.
Berdasarkan data BPSkonsumsi yang menyumbang 53,14 persen terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tumbuh lambat. Hanya 4,89 persen dibandingkan tahun lalu yang sebesar 4,91 persen. “Konsumsi masyarakat masih menjadi penopang PDB, namun tidak lagi menjadi penggerak utama,” kata Syafruddin kepada Tempodikutip Kamis 6 November 2025.
Saat ini, kata dia, daya beli masih untuk kebutuhan pokok dan jasa. Sementara belanja tahan lama cenderung ditunda hingga persepsi risiko dan suku bunga kredit membaik. Menurut Syafruddin, ekspor barang dan jasa memberikan dorongan besar berkat pemulihan volume, pariwisata yang dinamis, dan rantai pasokan yang lebih lancar.
Investasi bergerak karena proyek-proyek hilir, energi, dan logistik memasuki tahap realisasi, sehingga permintaan bahan bangunan, alat transportasi, dan jasa konstruksi semakin meningkat. “Langkah-langkah fiskal menahan pelemahan melalui layanan pendidikan dan kesehatan serta belanja infrastruktur yang menjaga aliran pendapatan ke rumah tangga,” katanya.
Data BPS menunjukkan komponen lain yang berkontribusi paling besar terhadap perlambatan juga terjadi. Misalnya saja pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang turun dari 5,16 persen menjadi 5,04 persen pada triwulan III tahun 2025. Namun belanja pemerintah yang menyumbang 7,17 persen terhadap PDB naik dari 4,62 persen pada triwulan III tahun lalu menjadi 5,49 persen.
Komponen yang mengalami lonjakan pertumbuhan adalah ekspor. Ekspor pada triwulan III tahun 2025 tumbuh 9,91 persen. Pada periode yang sama tahun lalu, ekspor hanya tumbuh 8,79 persen. “Ketika ekspor melonjak dan impor tumbuh lebih lambat, maka kontribusi bersih ekspor terhadap PDB menjadi positif dan dapat menutupi perlambatan konsumsi,” ujarnya.
Selain itu, pada kuartal ini, belanja pemerintah menambah dorongan melalui layanan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Perubahan persediaan juga dapat menjadi tambahan pada saat industri melakukan pengisian kembali stok atau penyetokan ulang.
Dengan kombinasi tersebut, kata dia, pertumbuhan akan memungkinkan PDB melebihi 5 persen, padahal konsumsi rumah tangga yang menyumbang porsi terbesar berada di bawah 5 persen.
Pilihan Editor: Mengapa Penjualan Pakaian Bekas Impor Tetap Meningkat