Tempo.co, Jakarta – Ketua Asosiasi Pengusaha Konpeksi Kerja (IPKB) Nandi Herdiaman mengeluh tentang penjualan industri kecil dan menengah (IKM) Konveksi Rumah lamban sebelumnya Idul Fitri. Dari 150 ribu pakaian yang diproduksi, sampai sekarang hanya sekitar 30 persen telah terjual.
Kondisi ini, Nandi mengungkapkan, berbanding terbalik dengan tahun lalu. Pada saat itu, dua minggu sebelum Lebaran, sejumlah toko telah ditutup karena mereka kehabisan stok. Menurutnya, ini karena pemerintah pada waktu itu masih menerapkan Menteri Peraturan Perdagangan (Permendag) nomor 36 tahun 2023 tentang kebijakan dan pengaturan impor. “Sangat jauh dari tahun lalu. Penjualan masih lambat sekarang,” kata Nandi TempoJumat, 21 Maret 2025.
Slash penjualan di sektor tekstil, kata Nandi, yang disebabkan oleh daya beli orang -orang yang masih lemah dan jumlah penghentian pekerjaan (PHK). Karena itu, orang dengan mudah beralih ke barang murah. Di sektor tekstil, barang murah adalah hasil dari impor ilegal. “Ada pakaian anak -anak Rp. 10 ribu. Ini sudah tidak masuk akal,” kata Nandi.
Nandi menuduh bahwa banjir produk impor ilegal yang dijual dengan murah dicurigai sebagai akibat dari Permendag Nomor 8 tahun 2024. Beleid Ini dikatakan membuat produk -produk tekstil impor masuk tanpa perlu pertimbangan teknis (PEND) dari Kementerian Industri (Kemenperin).
Transisi belanja ke barang murah memberatkan kondisi IKM. Karena, Nandi mengungkapkan, pasar adalah 70 persen dari orang -orang kelas menengah. Sementara 30 persen sisanya masih dapat membeli jenama global.
Bahkan, kata Nandi, produksi IKM tetap sama dengan tahun lalu. Untuk dapat diproduksi, pengusaha sering harus menemukan hutang di sana -sini. Yang dia takuti adalah jika barang tidak dijual: mereka dipaksa untuk melelang produk konpeksi, juga tidak jarang mesin dan rumah mereka untuk menebus utang.
Nandi khawatir, pengusaha konpeksi mengulangi pengalaman pahit sebelum Lebaran dua tahun lalu. Pada saat itu, Permendag Nomor 36 tahun 2023 belum dipublikasikan. Pengusaha Lintang-Pukang menjual saham yang ditumpuk. Tapi stok itu tidak ditebus. Akibatnya, banyak UKM gulung tikar karena hutang.
Oleh karena itu, Nandi meminta Kementerian Perdagangan (Kementerian Perdagangan) untuk merevisi Permendag Nomor 8 tahun 2024 sesegera mungkin. Dia berharap revisi itu dapat direalisasikan sebelum Idul Fitri. “Saya khawatir insiden itu pada tahun 2023 akan diulang,” katanya.