Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menemukan perdagangan Aset Kripto Di Indonesia yang terjadi pada platform legal dan ilegal dapat membuka lapangan kerja. Pada platform yang tidak berlisensi atau ilegal, transaksi aset kripto mencapai Rp 1,7 triliun.
Peneliti LPEM UI Prani Sastiono mengatakan transaksi di platform legal hanya mampu menciptakan angkatan kerja sebesar 0,23 persen atau setara 333 ribu orang dari Angkatan Kerja Nasional pada tahun 2024.
“Hal ini dibarengi dengan terciptanya 892 ribu hingga 1,22 juta lapangan kerja,” ujarnya dalam sosialisasi kajian ekonomi kripto terhadap perekonomian Indonesia di kampus UI, Salemba, Jakarta, pada Rabu, 8 Oktober 2025.
Menurut Prani, potensi terbukanya lapangan kerja tersebut jika dana yang dihasilkan dialokasikan untuk konsumsi atau diinvestasikan ke sektor riil. Ketika pendapatan dari perdagangan kripto, baik legal maupun ilegal, mengalir ke sektor riil, otomatis terjadi pertumbuhan ekonomi. “Dampaknya terhadap perputaran ekonomi riil jika dan hanya jika dana yang dihasilkan dikonsumsi dan diinvestasikan di dalam negeri,” ujarnya.
LPEMUI Penelitian yang digelar sejak Mei-Juni 2025 ini melibatkan 1.277 responden pengguna aset kripto dari berbagai wilayah di Indonesia. Mayoritas responden tersebut berada di Pulau Jawa dengan pendapatan di bawah Rp. 8 juta per bulan.
Metode penelitian ini adalah Wawancara Web Berbantuan Komputer melalui survei online. LPEM UI menyebarkan kuesioner melalui asosiasi untuk platform legal, sedangkan pada platform ilegal yang melibatkan komunitas kripto di media sosial. Margin kesalahan Survei ini berkisar 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Selain survei, LPEM UI juga melakukan wawancara mendalam dan diskusi terfokus dengan para pemain dan asosiasi kripto.
Riset ini menemukan 60 persen responden pemain kripto yang rata-rata mengantongi keuntungan sebesar Rp. 2 juta per tahun, memperbaharui keuntungannya ke instrumen keuangan konvensional seperti saham, logam mulia, dan reksa dana. Asyiknya, keunggulan ini juga dialihkan untuk membuka usaha dan kebutuhan primer sehari-hari. “Menjadikan investasi kripto sebagai sumber pendapatan tambahan yang nyata bagi rumah tangga.”
Di sisi lain, tambah Prani, responden yang terlibat dalam penelitian ini menganggap aset kripto sebagai instrumen investasi, bukan sekedar spekulasi. Mayoritas responden atau 82 persen menganggap aset kripto sebagai instrumen investasi jangka panjang dan 62 persen menjadikan platform ini untuk jual beli aset kripto jangka pendek.
Prani mengatakan perdagangan aset kripto di Indonesia berkembang pesat. Data otoritas jasa keuangan menunjukkan, transaksi kripto meningkat dari Rp 149 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp 650 triliun pada tahun 2024. Menurut Prani, aset kripto menjadi salah satu solusi rendahnya inklusi keuangan di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap instrumen investasi konvensional.